Bagi orang yang menggangap penting santap malam, Yuebin Restaurant, yang tersembunyi di salah satu lorong jalan kota Beijing, mungkin bukan pilihan utama mereka. Tidak banyak yang bisa dilihat pada dinding yang dipoles kapur dan perabot polos di tempat itu. Hidangan yang disuguhkan juga bergaya menu rumah tangga khas Beijing.
Namun, restoran itu lebih penting dari penampilannya. Tiga puluh tahun silam, Cina mulai melancarkan program reformasi yang mengubah negara itu, dan melanjutkannya hingga hari ini. Yuebin merupakan restoran milik swasta pertama yang buka sejak mendiang pemimpin Cina Deng Xiaoping memulai reformasi revolusionernya.
Pergeseran kebijakan Deng, yang dinamai Reformasi dan Membuka Pintu, mengubah fungsi ekonomi Cina secara mendasar. Di bawah Ketua Mao Zedong, semua dimiliki oleh negara, tapi reformasi memungkinkan perusahaan swasta, seperti Yuebin Restaurant, berkembang. Rumah makan itu dibuka oleh Guo Peiji dan istrinya, Liu Guixian, pada tahun 1980 di rumah mungil mereka. Mereka masih mengelola restoran tersebut.
Ketika mereka mulai menjalankan bisnis, pasangan itu memiliki hanya beberapa meja dan kursi, dan mereka memasak sendiri sajian. Mereka membeli bahan yang mereka sanggup beli di pasar setempat. Pada hari pertama kami memiliki 36 yuan untuk membeli sayur dan bebek. Kami meraup untung sekitar 50 yuan," kenang Guo, yang kini berusia 75 tahun.
'Setan kapitalis'
Pada zaman Revolusi Kebudayaan, kampanye politik yang kacau melumpuhkan Cina antara tahun 1966 dan 1976, bisnis swasta tidak diperkenankan. Orang yang dianggap "setan kapitalis" bisa dijebloskan ke bui - atau bahkan dihadapkan ke nasib yang lebih buruk. "Sebagian orang mengatakan, restoran ini kapitalisme. Namun, setelah satu tahun kemudian, banyak dari mereka yang menyatakan itu mulai menjual barang," kenang Guo.
Hasil reformasi ekonomi Cina sangat mencengangkan. Dalam beberapa tahun saja, puluhan juta warga Cina berhasil lolos dari kemiskinan. Menurut data Bank Dunia, pendapat rata-rata di Cina baru $293 pada 1985. Namun, angka itu melonjak ke $2.025 pada tahun 2006. Masyarakat Cina juga menjadi longgar. Warga Cina kini mendapatkan kebebasan untuk memilih tempat hidup, jenis busana, dan karir.
Namun, terlepas dari manfaat material yang jelas muncul dari reformasi, sebagian warga masih bernostalgia soal masa lalu yang sering tampak lebih aman. Reformasi menghapuskan banyak tunjangan gratis, termasuk kesehatan dan pendidikan, yang diharapkan warga. Sementara itu, korupsi kini tampak menjangkiti semua sektor masyarakat.
Pemerintah perlahan-lahan membangun kembali jaringan pengaman tunjangan sosial. "Tiba-tiba orang mendapati bahwa mereka harus memikirkan banyak hal mengenai pendidikan anak-anak dan pekerjaan mereka," kata wartawan Cina Li Xing. "Mereka mendapati bahwa ongkos berobat membengkak, sehingga mereka khawatir mereka tidak punya cukup uang untuk menutupnya," tambah Li.
Kesenjangan melebar
Dan, kendati reformasi mendatangkan manfaat bagi hampir semua orang, tidak setiap orang mendapat manfaat sebesar orang lain. saat ini 210 juta Mereka adalah petani yang meninggalkan lahan garapan mereka untuk bekerja di kota.
Namun, anak-anak penduduk migran ini tidak berhak atas pendidikan gratis ketika mereka pindah. Sekolah-sekolah khusus telah didirikan di kebanyakan kota, dan kendati mereka menerima dukungan terbatas dari pemerintah kota, sekolah-sekolah tersebut umumnya bergantung pada SPP yang dibayarkan siswa.
"Saya bermimpi melihat anak-anak migran belajar di sekolah yang sama seperti anak-anak kota biasa," kata Zhang Gezhen, kepala salah satu sekolah khusus tersebut, di salah satu kawasan kumuh di pinggiran Beijing. Memberikan tunjangan yang memadai kepada seluruh masyarakat Cina akan menjadi tantangan utama dalam beberapa tahun ke depan, kata Presiden Bank Dunia Robert Zoellick - dan warga Cina tidak ingin menunggu terlalu lama untuk mendapatkan tunjangan tersebut.
"Tigapuluh tahun keberhasilan memperbesar pengharapan di Cina," kata dia kepada BBC.
"Ada itikat baik dan kebanggaan, tapi pada saat yang sama, kita mendapatkan generasi baru muncul dan mereka tidak akan bersabar," tambak Zoellick.
Namun, merumuskan yang dikehendaki warga dari reformasi masa depan tidak akan mudah di negara yang masih diperintah oleh satu partai tidak harus menguji popularitasnya di bilik suara.
Perubahan-perubahan luar biasa di bidang sosial dan ekonomi telah terjadi di Cina dalam tiga dekade ini, tapi reformasi politik terbatas - dan itu bisa menjadi masalah.
"Proses pengambilan keputusan adalah proses kelompok konsensus, tapi [para pemimpin Cina] menaruh perhatian besar ke gagasan bahwa mereka harus tanggap terhadap suasana batin publik," kata presiden Bank Dunia.
"Mereka tahu bahwa dari segala yang mereka telah capai dan keyakinan yang mereka raih, ini merupakan tantangan serius," katanya.
Sumber : BBC News