Mengenal Sejarah, Agama dan Tradisi Suku Tengger

masyarakat tengger

Suku Tengger yang beragama Hindu hidup di wilayah Gunung Bromo serta menyebar di empat Kabupaten yaitu Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Malang. Ada banyak makna yang dikandung dari kata Tengger. Secara etimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak (Jawa). Bila dikaitkan dengan adat dan kepercayaan, arti tengger adalah tengering budi luhur. Artinya tanda bahwa warganya memiliki budi luhur.

Makna lainnya adalah: daerah pegunungan. Tengger memang berada pada lereng pegunungan Tengger dan Semeru. Ada pula pengaitan tengger dengan mitos masyarakat tentang suami istri cikal bakal penghuni wilayah Tengger, yakni Rara Anteng dan Joko Seger. Selain itu, di wilayah ini terdapat pula cerita tentang Sejarah Gunung Batok, Lautan Pasir, Kawah Bromo.

Kisah lainnya menyangkut Ajisaka aksara Jawa, juga kisah Klambi Antrakusuma. Sejarah Tengger dari sisi ilmiah erat kaitannya dengan Prasasti Tengger bertahun 851 Saka (929 Masehi), diperkuat Prasasti Penanjakan bertahun 1324 Saka (1402 Masehi). Disebutkan sebuah desa bernama Wandalit yang terletak di pegunungan Tengger dihuni oleh Hulun Hyang (hamba Tuhan = orang-orang yang taat beragama) yang daerah sekitarnya disebut hila-hila (Suci). Karena itulah kawasan Tengger merupakan tanah perdikan istimewa yang dibebaskan dari pembayaran pajak oleh pusat pemerintahan di Majapahit.

Masyarakat Tengger dikenal luas beragama Hindu, berpadu dengan kepercayaan tradisional. Hindu masyarakat Tengger berbeda dengan Hindu di Bali. Perbedaannya antara lain, Hindu Tengger tidak mengenal ngaben sebagai upacara kematian sebagaimana di Bali.

Nancy J. Smith, seorang peneliti menyatakan, mantra-mantra yang dipakai dalam upacara mirip juga dengan mantra Budha sehingga masyarakat luas juga menyatakan bahwa suku Tengger beragama Budha. Namun menurut Nancy,

Budha di sini bukan dalam pengertian agama, melainkan istilah yang lazim dipakai masyarakat Jawa untuk menyebut agama sebelum Islam. Memang, pada zaman Majapahit diakui ada dua agama, yakni Hindu dan Budha. Pada abad ke-14 setelah masuknya Islam, kata “Budha” dipakai untuk orang yang belum menganut Islam.

Kaum Tengger dikenal taat beribadah dan menjalankan adat istiadat dengan baik. Tak heran banyak cerita lama, mitos, dan legenda dari daerah ini. Ilmuwan Asing pun juga menelusuri sejarah Masyarakat Tengger.

Masyarakat Tengger menghayati sesanti “Titi Luri” ((“Titi Luri”, berarti mengikuti jejak para leluhur atau meneruskan Agama, Kepercayaan dan Adat-istiadat nenek moyang secara turun temurun).

Jadi Setiap upacara dilakukan tanpa perubahan, persis seperti yang dilaksanakan oleh para leluhurnya berabad-abad yang lalu Masyarakat Tengger dikenal jujur, patuh, dan rajin bekerja. Mereka hidup sederhana, tenteram, dan damai. Tidak terbatas laki-laki, namun wanitapun juga, yang dewasa maupun anak-anak, semua berkain sarung.

loading...